Lintas Jaluko Jambi - Muaro Jambi - 11 Desember 2025 – Dugaan praktik pemerasan terhadap siswa/i dan wali murid di SMA N 6 Muaro Jambi dengan modus jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) dan pungutan biaya pengambilan ijazah resmi dilaporkan secara resmi ke Kejaksaan Negeri Muaro Jambi hari ini, Kamis (11/12).
Pelaporan tersebut dilakukan oleh Ketua Masyarakat Peduli Rakyat Jambi (MPRj), Dian Saputra, yang akrab disapa Bob To. Ia mendatangi Kejaksaan Negeri Muaro Jambi untuk menyerahkan laporan atas perbuatan yang dinilai merugikan dan menzalimi peserta didik serta orang tua.
Korban Terpaksa Berutang dan Menjual Emas
Dalam keterangannya, Bob To mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas dampak dari dugaan pungutan tersebut. "Hari ini kami datang untuk melaporkan perbuatan yang menurut kami sudah zalim terhadap peserta didik dan orang tua wali murid," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa temuan di lapangan menunjukkan adanya wali murid yang terpaksa mengambil langkah ekstrem untuk memenuhi kewajiban biaya tersebut. "Bahkan ada wali murid yang menjual anting-anting emas dan ada yang meminjam uang pada perusahaan simpan pinjam Mekaar yang bunganya luar biasa besar untuk membayar hal tersebut," tegas Bob To.
MPRJ mendasarkan laporan ini pada jaminan kemerdekaan pendidikan yang diamanatkan oleh konstitusi dan ketersediaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
"Kita harus ingat bahwa kemerdekaan pendidikan itu dijamin oleh konstitusi, makanya pemerintah menganggarkan Dana BOS yang berbentuk Reguler dan Dana BOS yang dikhususkan untuk keperluan belajar mengajar seperti buku (Dana BOS Buku). Lantas pertanyaan kita, ke mana dan untuk apa Dana BOS Reguler dan Dana BOS Buku tersebut?" tanya Bob To.
Permintaan Audit dan Pemeriksaan Kepala Sekolah
MPRJ meminta Kejaksaan Negeri Muaro Jambi untuk segera mengambil langkah hukum. Meskipun tetap berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah, MPRj menuntut:
Memanggil dan memeriksa Kepala Sekolah SMA N 6 Muaro Jambi.
Memanggil dan memeriksa oknum guru yang terlibat.
Melakukan audit investigasi terhadap penggunaan Dana BOS di SMA N 6 Muaro Jambi.
Pada kesempatan yang sama, Bob To dan rekan-rekan diterima oleh Kepala Sub Bidang Intelejen Kejari Muaro Jambi, Bapak Dandy.
"Terima kasih atas informasi dan partisipasinya. Untuk sementara, laporan ini kami terima dan akan kita proses secara prosedural. Tunggu informasi kami selanjutnya," tutup Bapak Dandy, memberikan apresiasi atas partisipasi masyarakat dalam pengawasan pendidikan.
perlu kita ketahui bersama Dasar Hukum: Permendikbud tentang Pungutan dan Ancaman Pidana
Untuk memperkuat informasi ini, berikut adalah regulasi terkait pungutan di sekolah dan potensi ancaman pidananya:
1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Terkait Pungutan
Pungutan dan sumbangan di sekolah diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Bantuan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
Pungutan: Didefinisikan sebagai penarikan biaya oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/wali, yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pembayarannya ditentukan.
Larangan Pungutan Ijazah: Sekolah dilarang memungut biaya apa pun terkait pelaksanaan dan penerimaan ijazah. Ijazah merupakan dokumen resmi yang harus diberikan kepada siswa secara gratis.
Larangan Pungutan Buku/LKS: Sekolah yang menerima Dana BOS dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apa pun yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, termasuk jual beli buku pelajaran dan LKS. Pengadaan buku teks dan kegiatan belajar seharusnya sudah tercakup dalam penggunaan Dana BOS.
Sumbangan: Didefinisikan sebagai pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/wali, yang bersifat sukarela, tidak mengikat, dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya. Sekolah tidak boleh menjadikan sumbangan sebagai kedok untuk melakukan pungutan wajib.
2. Ancaman Pidana (Tindak Pidana Korupsi)
Praktik pungutan liar (pungli) berkedok jual beli LKS dan biaya ijazah di sekolah negeri (yang menggunakan Dana BOS/APBN/APBD) dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi.
Pemerasan dalam Jabatan (Pasal 12 Huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi):
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Ancaman Pidana: Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Penyalahgunaan Dana BOS: Jika audit investigasi menemukan adanya penyelewengan Dana BOS yang seharusnya digunakan untuk membiayai kebutuhan belajar (termasuk buku/LKS) namun tetap membebankan biaya tersebut kepada siswa, maka ini juga masuk dalam kategori kerugian keuangan negara.
Kesimpulan Hukum: Jual beli LKS dan pungutan biaya ijazah di sekolah negeri secara umum melanggar Permendikbud dan berpotensi menjadi tindak pidana pemerasan dalam jabatan, yang merupakan bagian dari Tindak Pidana Korupsi.(Red-feri)

Social Header